Categories
Current Affairs

Memperkuat Dukungan Masyarakat Sipil untuk Memperkuat Kembali KPK

WeekendTalk 9

Jakarta, 15 Agustus 2021

Di tengah berbagai episode pelemahan KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri, masih ada harapan untuk memperkuat kembali lembaga antirasuah, terutama yang bisa diusahakan bersama oleh masyarakat sipil. Konsolidasi tetap perlu diperlukan saat koalisi tengah berusaha melakukan advokasi untuk mengembalikan kekuatan KPK, meski ancaman pembungkaman juga begitu besar. Cara yang paling krusial adalah mendesak presiden untuk merombak total jajaran pimpinan KPK, dimulai dari pencopotan Firli Bahuri sebagai ketua.

Gagasan ini menjadi simpulan utama dalam diskusi dwimingguan Weekend Talk yang digelar oleh Public Virtue Research Institute bekerja sama dengan YLBHI dan Tempo, dengan tema “Kontroversi Firli: Pelemahan Pemberantasan Korupsi dan Regresi Demokrasi” yang diadakan pada Minggu, 15 Agustus 2021 melalui Zoom dan Youtube PVRI.

Mantan juru bicara KPK 2016-2019, Febri Diansyah, menilai bahwa KPK berada pada titik nadir dan masa terkelamnya. al ini terbukti dari berbagai indikator terkait pemberantasan korupsi di Indonesia, dan kontroversi yang menyelimuti masa kepemimpinan Firli Bahuri. 

“Slide ini saya beri judul ‘Masa Kelam Pemberantasan Korupsi Indonesia. Karena dalam berbagai periode upaya pemberantasan korupsi, ada praktik-praktik pelemahan KPK dalam berbagai bentuk. Dalam periode inilah degradasi dan pelemahan KPK disebut berhasil,”ujarnya.

“Setidaknya, ada dua hal yang perlu ditempuh untuk menyelamatkan KPK: membatalkan UU KPK hasil revisi dan kembali ke UU 30 Tahun 2002, serta merombak total pimpinan KPK,” ujar Febri Diansyah yang kini beraktifitas di  Visi Integritas.

Kontroversi tersebut sebelumnya dijelaskan secara detail oleh Linda Trianita dari Tempo, yang juga jadi bagian IndonesiaLeaks. Sebelum menjabat ketua KPK, Firli di antaranya pernah bertemu dengan gubernur Nusa Tenggara Barat yang terlibat kasus dugaan korupsi, bertemu petinggi partai, menerima “uang lebaran”, dan lain sebagainya. Ketidakseriusan mengusut Harun masiku, menghentikan penanganan perkara BLBI, sampai mengadakan TWK menjadi kontroversi lainnya yang menyelimuti Firli saat ia menjadi pimpinan. Peretasan dan intimidasi juga dialami oleh jurnalis IndonesiaLeaks saat mereka mengumpulkan data dan mengekspos temuan-temuan tersebut.

“Kita bisa anggap bahwa banyak hal yang dilakukan oleh Firli Bahuri dan kawan-kawan adalah bentuk obstruction of justice,” kata Asfinawati dari YLBHI saat memaparkan tentang proses advokasi yang tengah dilakukan koalisi masyarakat sipil. Ia menjabarkan tiap-tiap upaya pelemahan, termasuk dari dalam tubuh KPK itu sendiri, dan advokasi apa yang sudah dilakukan. “Dari proses ini kita dapat melihat bahwa hukum adalah tentang kekuasaan, bukan keadilan. Demokrasi harus dikembalikan ke rakyat dan perubahan dari luar sistem juga harus dilakukan,” ujar Asfinawati di akhir paparannya.

Memang, pelemahan KPK ini adalah salah satu dari sekian banyak gejala demokrasi. Hal ini sudah ditegaskan oleh Anita Wahid dari PVRI sejak awal diskusi. “Masalahnya, KPK ini keping yang besar dan sulit diutak-atik, tapi kini lihat pelemahan KPK sudah mulai berhasil, terutama dari dalam,” ujar Anita. Ia mengingatkan bahwa ke depannya kita patut mewaspadai kepingan lain dalam puzzle regresi demokrasi yang menghantui kita hari ini.

Sesi tanya jawab diisi keraguan akan menguatnya kembali KPK dan perbaikan kualitas demokrasi. Pertanyaan terkait seberapa besar dampak oligarki terhadap pemberantasan korupsi, kesempatan untuk membawa Firli Bahuri ke pengadilan, dan seberapa besar potensi masyarakat sipil untuk mendesak dari bawah menghiasi diskusi virtual siang itu.

Namun, seluruh pembicara sepakat bahwa meski jalur-jalur advokasi sudah ditempuh dan kesempatannya pun kecil untuk berhasil, termasuk pula aktivis dan jurnalis yang kerap mendapat ancaman, kita masih bisa mengandalkan suara masyarakat sipil untuk memperbaiki keadaan. Menurut Asfinawati, salah satu cara yang bisa diperkuat adalah kampanye dan desakan terhadap dunia internasional.

“Kami, di Tempo, berkomitmen untuk ‘melawan’ Pak Firli dengan sehormat-hormatnya dan berpihak pada kebenaran,” ujar Linda, menjadi penyemangat bagi partisipan diskusi.

Anita juga menyampaikan aspek-aspek lain yang perlu diperhatikan, terutama kebebasan berekspresi masyarakat di dunia digital dan juga kebebasan akademik.

Dalam penutup diskusi sore ini, Miya Irawati selaku moderator dan Direktur Program PVRI, menekankan bahwa situasi demokrasi yang mengalami regresi hari ini membutuhkan bantuan dari elemen masyarakat sipil. Publik perlu ambik peran dan mengingatkan kembali bahwa masyarakat sipil masih bisa mendukung kerja-kerja para advokat, aktivis, dan jurnalis salah satunya dengan menandatangi petisi di www.change.org/pecatfirli .

Sejauh ini, tercatat bahwa jumlah masyarakat yang mendesak Firli Bahuri untuk diberhentikan sebagai ketua KPK telah melewati angka 13.000.

Leave a Reply